misteri seekor hh di dalam puisi

13/08/2009 02:02

Hudan Hidayat at 6:07am June 24
di buku tz lavine dari socrates ke sartre, terbitan jendela, bagian tentang
karl marx, terbaca kata kata ini:

"mengapa buku economic and philosophic manurscripts yang ditulis marx di paris
pada musim panas 1844, tersembunyi dari pandangan publik hampir seratus tahun?
mengapa marx tidak pernah memberitahukan keberadaan naskah naskah tersebut...?"

pertanyaan mengapa itu, seolah memantul ke dalam sub judul buku itu sendiri,
bab 19. yakni "orang yang terasing". mengapa marx mengasingkan pikirannya
sendiri ke depan publik?

saya dengan cepat mengangkat misteri itu, mentransendirnya ke suatu hal yang
lebih tinggi:

mengapa tuhan mengasingkan manusia, dengan menurunkannya ke dunia?

manusia mengalami kejatuhan, descent, kata arlond toynbee dalam sejarah umat
manusia (pustaka pelajar).

manusia diturunkan "diasingkan" ke dunia, karena memakan buah dari pohon
terlarang. karena terbujuk oleh ular, kata alkitab. karena tergoda setan, kata
alquran.

Dedo Dpassdpe at 6:13am June 24
teralienasi, marx adalah the black swan!

Hudan Hidayat at 6:16am June 24
buah terlarang yang hendak saya kejar ke balik maknanya dalam novel saya "kayu
api". sebuah puncak lain dari kerja saya tentang metapora dalam novel, akan
kehendak tuhan memfinalkan, ucapannya ke dalam suatu permainan penundaan atas
ucapanya sendiri - paradoks descent-nya manusia dari taman eden itu, dari suatu
surga yang entah di mana secara fisik letaknya.

saya payah mencapainya. tapi dengan mata terpejam, saya panjat pohon dari buah
terlarang itu. biarkan tubuh saya dirayapi semut api dari api puisi tuhan yang
digelarnya, ke dalam suatu permainan penundaan akan sabdanya. tubuh saya naik
terus, melawan gelombang api puisi tuhan. angin ombak dari puisi tuhan di surga
sana.

"Aku memanjat pohon itu dan aku merasa kedua tanganku memegang api kayu dari
pohon itu. Panasnya menyambar dan merambat ke seluruh tubuhku. Kukuatkan diriku
menghadapi gempuran panas api pohon kayu."


Hudan Hidayat at 6:18am June 24
"Aku naik ke atas dengan tekun. Kadang kadang kalau panasnya sudah tak
tertahankan, aku membayangkan buah itu adalah air dingin yang menyiram tubuhku
dengan kesegaran. Lelahku naik dibayar dengan nikmatnya meresapkan buah yang
segar. Sepadan dengan usahaku merambat naik ke atas puncak pohon."

"Aku terus naik sambil menambah kekuatanku dengan ... Read Moremengenang ayah
dan ibu. Ayah dan ibu, lihatlah anakmu naik memanjat pohon dan ingin mengambil
buah dari pohon. Kelak kalau buah ini kudapat akan kubagi juga dengan kalian.
Sehingga kita akan menjadi sasama pemakan buah dari pohon kayu terlarang.
Lihatlah ranting-ranting pohon ini sungguh menghalangi tiap upayaku naik ke
atas. Di batang induknya aku diserbu panas api pohon kayu, di rantingnya aku
ditusuki duri-duri tajam dari ranting pohon kayu."


Hudan Hidayat at 6:19am June 24
"Tubuhku penuh luka dan darahku membasahi seluruh tubuhku. Aku berhenti sejenak
tapi tak hendak turun. Kalau aku harus mati karena naik pohon ini biarlah aku
mati di pohon ini. Tak mengapa aku mati di pohon ini. Toh kelak akupun akan
mati di pohon lain. Jadi sama saja bagiku mati sekarang atau mati nanti.
Kesadaran ini membuatku membulatkan tekad ... Read Moreuntuk naik terus."

"Akhirnya aku hanya perlu menyingkirkan ranting terakhir untuk meraih buah di
puncak pohon. Ranting yang disegenap tubuhnya bukan saja mengandung duri tapi
api yang merambati segenap badannya. Api itu ranting kayu yang biru. Kupejamkan
mataku dan kurambati ranting kayu api yang terakhir itu. Tanganku telah
memegang buah itu, dalam upayaku yang nyaris tergelincir karena mendadak sang
ranting melemparkan diriku dengan bantuan angin, yang menggoyang tubuhnya
sehingga ia meliuk begitu rupa, membawa tubuhku melambung ke udara."


Hudan Hidayat at 6:20am June 24
"Aku bertahan dalam gempuran ranting api dan gelombang angin, dengan memejamkan
mataku dan sambil terus mengulurkan tanganku kepada buah itu. Tanganku mencapai
sasarannya dan buah itu kupegang dengan hati-hati. Kini aku memegang jiwaku
dengan tanganku sendiri. Benar seperti dugaanku, segala kepayahanku mendadak
sirna. Panas yang kurasakan berganti ... Read Morekesegaran yang memabukkan."

"Tubuhku yang penuh luka menutup lukanya sendiri. Luka-luka itu tidak berbekas
lagi. Aku melihat tubuhku yang segar bugar di atas puncak batang pohon kayu,
sambil menggenggam buah kayu dari pohon terlarang."


Hudan Hidayat at 6:30am June 24
aku begitu mencintai novelku itu, novel yang kunotekan saja di fb ku. agar
semua orang bisa membacanya. dan bersama diriku naik ke puncak puncak
penciptaan sastra. biarlah kawan kawanku, bangsaku, mengecap juga ketinggian
kawan kawanku, bangsa bangsa sedunia, dalam penciptaan yang datang dari dunia
kata kata.

hidup suatu hari nanti pasti berakhir, bukan? dan aku mau meninggalkan kenang
kenangan yang indah, kalau akhir itu kelak tiba. kepankah akhir hidupku dan
kapan akhir hidupmu? itulah sebuah alienasi, pengasingan, yang dibidikkan oleh
kawanku yang lain, marx, ke dalam suatu relasi kapital dan manusia yang menjadi
bayang bayang di bawah kapital.

tapi lihatlah keasingan itu begitu banyak wajahnya. wajah tanpa nama, kata
kawanku yang lain, levinas, yang tadi malam kuajak dia bermain main dalam
ceritaku tentang kawanku yang lain: albert camus, dalam cerita yang mungkin
kelak akan kutulis: aku dan albert camus.


Hudan Hidayat at 6:37am June 24
kematian kita adalah sesuatu yang asing: kapan dia datang dan dengan cara apa
dia datang. seasing dengan diceraikannya kita oleh tuhan dari surga: kapan adam
dan hawa turun dan dengan apa dia turun - ke dunia ini.

keasingan itu akan melipatkan gandakan dirinya kalau kita mencoba coba berpikir
tentang tuhan itu sendiri: duhai tuhan terbuat dari apakah kamu itu dan
darimanakah asalnya kamu itu. jangan takut tuhanku sayang aku tak akan menjadi
gila. aku cukup tahu diri untuk kapan berhenti.

tapi dirimu demikian menggodaku. setergoda diriku dengan mahluk mahlukmu di
atas dunia. mahlukmu yang asing bernama manusia dan manhlukmu yang asing
bernama sebuah kota.... Read More

semua itu bagiku adalah wajah wajah lain tanpa nama. tapi wajahmu juga ya
tuhanku yang kusayang.

waktu aku ke barcelona, aku datang pagi hari dan sampai di stasiun kereta api.
betapa asing diriku di sana: seorang pun tak ada yang kukenal seorang pun tak
ada yang mengenalku.


Hudan Hidayat at 6:41am June 24
kuhirup udara yang sama pemberianmu sambil mengingat kembali desa desa yang
sepanjang malam yang kulalui. dari dalam kereta api yang kumatikan lampunya,
diriku seolah hantu melihat ke hantu lain di luar jendela.

rumah rumah di sana berjajar dan dingin di sana juga berjajar jajar.
menyelimuti rumah rumah, mobil mobil yang diam kulihat di pekarangan kecil,
tiang tiang listrik yang tali talinya yang mengangkat kita seolah ke dalam
dunia mimpi.

aku tahu di dalam seluruh rumah penduduk itu sedang tertidur wajah wajah tanpa
nama yang tak kukenal. lucu juga saat aku mencoba membayangkan salah satu dari
wajah wajah di desa yang kulalui itu.

kubayangkan aku turun dengan meloncat ke luar dari kereta. lalu diriku mengetuk
salah satu pintu dari rumah rumah itu. penghuninya bangun dengan baju tidur,
membuka pintu dan bertemulah kami di tengah malam buta:

aku berwajah asia dan dia berwajah eropa.

dalam suatu pertemuan di tengah malam buta seperti itu, kita semua bisa
membayangkan bagaimana


Hudan Hidayat at 6:42am June 24
kedua wajah tanpa nama itu dalam keasingannya satu sama lain.


Hudan Hidayat at 6:48am June 24
maka saya sangat mengerti ketika kawanku marx berkata, bahwa ada empat macam
keterasingan, alienasi itu. bahwa "manusia diasingkan dari produk hasil
pekerjaannya, kegiatan produksinya, sifat sosialnya, dan rekan rekan atau
publiknya.

ke empat ini bagiku bisa menjadi sebuah agenda dari suatu program penulisan
puisi. kalau saya berkata puisi maka saya sedang berkata tentang suatu seni
yang datang dari dunia kata kata. bahkan datang juga dari dunia indera yang
lain: telinga dan warna.


Hudan Hidayat at 8:16am June 24
saya membaca manusia diasingkan dari produknya dalam pengertian marx itu,
adalah manusia yang sedang melakukan posisi tawar menawar dalam penciptaan
puisi. sebuah tawar menawar yang bahkan bisa kita kembalikan ke dalam gerak
seluruh hidup sang penyair.

yakni gerak dari persentuhannya dengan tiap gejala kehidupan. yakni alam ini
sendiri yang saya tatapi dalam instansinya yang terakhir: sebagai benda abstrak
dan benda konkret yang mendinamik dalam suatu proses kehidupan itu sendiri.

dan bandingkanlah dengan produk sang buruh di sebuah pabrik yang membuatnya
terasing itu: ia yang mengerjakannya tapi produk itu bukan miliknya - milik
sang pemilik modal. sedang sang buruh hanya memiliki tenaga, jasa, yang
diserahkannya dengan secara tidak suka rela kepada sang pemilik modal - pabrik
itu.

maka kini kita mendapati dua hal yang sejajar:

sang pengusaha pemilik pabrik dunia dan sang tuhan pemilik pabrik semesta. di
mana kita dalam hubungan yang rumit dalam permainan peran telah bertukar


Hudan Hidayat at 8:21am June 24
tukar: menjadi sang pengusaha di suatu saat lain, dan menjadi pekerja di suatu
saat lain lagi.

apakah artinya ini? bahwa keterasingan adalah suatu yang niscaya, suatu hal
yang datang pada siapa saja, dalam permainan dan pertukaran semacam itu.

sang pengusaha terasing saat ia menjadi tamu di sebuah desa terpencil: ia tak
sekehendak hatinya memerintah di sana, tapi akan tunduk kepada suatu cara
hidup, tradisi, di desa itu sendiri. sebaliknya sang orang desa, andai ia masuk
kota dan kemudian, secara tidak suka rela, menyerahkan tenaganya kepada sang
pengusaha melalui pabriknya, maka ia pun akan menjadi orang asing di pabrik
itu, sebagaimana orang orang asing lainnya.

asing, dari suatu penamaan akan relasi yang kelak menjadi akrab, menjadi
familiar.

tapi tampaknya benda, produk itu, yang telah dihasilkan oleh sang asing yang
kini, secara horisontal di pabrik itu, telah menjadi ia sang yang telah
dikenal. tapi dalam konteks kepemilikan, terhadap hasil pabrik, sang ia yang
telah dikenal


Hudan Hidayat at 8:27am June 24
tetap menjadi asing dengan anak batin yang ia sendiri telah ikut melahirkannya
itu - barang barang produk pabrik.

ia mungkin familiar dengan fisik benda yang dibuatnya - tekstur, warna dan
baunya. tapi semua itu bukan miliknya. seperti di dunia kepenyairan, sang
penyair mungkin familiar terhadap dunia benda dan peristiwa di mana benda benda
itu bermain, atau dimainkan, tetapi mereka bukanlah miliknya. suatu saat akan
menghilang seperti kita kehilangan sesuatu, dan kelak akan membawa sedih dari
kehilangan semacam itu.

tapi pun ia tak hilang, ia tetaplah bukan milik kita. milik sang penguasa
pabrik semesta. jadi benda benda dan peristiwa familiar kepada kita, tapi
selalu berjarak karena bukan milik kita.

tapi familiarisasi, adalah suatu gejala yang tak juga hendak memfinalkan diri.
ia selalu menciptakan ruang, ruang yang datang dari sudut atau celah
pengetahuan kita pada benda itu sendiri.


Hudan Hidayat at 8:45am June 24
situasi itu membuat tiap benda dalam peristiwa menjadi separuh familiar dan
separuh asing kepada kita. familiar karena kita jumpai dalam kesarian. asing
karena ia selalu menciptakan sebuah lubang.

pada konteks peran dan fungsi masing masing, maka mencuatlah apa yang kita
sebut kepemilikan dan kehilangan itu. kita memiliki sesuatu tapi pada saat yang
sama, kita kehilangan sesuatu.

contoh paling nyata mungkin bisa kita acukan kepada hidup kita sendiri: kita
memiliki sang istri atau sang sumai, dalam hal itu kita familiar padanya. tapi
pada saat yang sama sang dia yang milik kita, mendadak menjauh dan menjadi
asing karena lubang dari sifatnya sendiri: ingin bereksistensi pada dirinya
sendiri. ingin menjadi asing, menjadi wajah tanpa nama yang lain. pada saat
itulah kita menderita kehilangan.

jadi kepemilikan bersamaan datangnya dengan kehilangan. ruang sambung antara
kepemilikan dan kehilangan inilah yang menciptakan jarak yang bisa kita isi
dengan apa saja.


Hudan Hidayat at 8:50am June 24
dia seolah tabularasa dalam puisi: bernama sedih, bernama misteri, bernama
ingin, bernama putus asa, kecewa, harapan, dan entah apa lagi wajah wajah tanpa
namanya.

penyair merenggutkannya dari dunia benda benda dan peristiwa. pertaliannya
dengan benda dan perisiwa yang sekaligus akrab dan sekaligus asing itu, telah
membawanya ke suatu penolakan dan penerimaan yang juga sekaligus. seolah telah
terjadi holistik dari proses penciptaan puisi - suatu ruang yang direngutkan,
tapi sekaligus direguknya, ditolaknya sekaligus diterimanya.

ruang yang menimbulkan api dalam puisi. api di mana sang penyair hendak
membentukkan suatu dunia yang berasala dari surga yang hilang.

kita telah memakan buah kuldi puisi tuhan itu. kita telah terasing dari buah
kuldi puisi tuhan itu.

tapi sekaligus bisa kita ajukan pertanyaan bersamanya: tidakkah buah kuldi itu
sendiri adalah sebuah buah dari pohon terlarang, yang sebenarnya telah dan
adalah keasingan dari suatu pertemuan kita pertama atas dunia benda


Hudan Hidayat at 8:52am June 24
benda. kata kata tuhan hey adam dan hawa, jangan kau dekati pohon ini, adalah
suatu penjarakan kita, suatu pengalaman keasingan kita kepada benda benda yang
pertama.

tapi sekaligus dengan larangan itu, telah timbul hasrat dalam diri, yang
difasilitasi oleh ular atau setan, bahwa kita memiliki gerak hati untuk akrab
kepada benda dari pohon terlarang itu. kita ingin mengenalnya dan karena itu
kita tergoda ingin memakannya.

puisi lahir dari suatu proses aneh semacam itu. proses kepemilikan sekaligus
proses kehilangan. proses penyuruhan sekaligus proses penjanganan.

Hudan Hidayat at 8:58am June 24
sebuah ambigu, sebuah sifat fintalitas yang dibatalkan, menjadi suatu penundaan
dalam bahasa derrida.

puisi hendak merekamnya. hendak mencatatnya. dan puisi memang telah merekamnya.
dan mencatatnya.

adalah menarik dalam kerja puisi, untuk merekam dan mencatat pula, untuk
mencari dan merambah, ke daerah daerah lain dari suatu produk pembatalan yang
ditunda tuhan itu, yang digeserkannya ke apa yang kita sebut dengan masa depan
- suatu peristiwa yang belum terjadi, tapi telah berbuah puisi dari kitabnya
sendiri - lauhmahfuz sebagai induk dari segala induk puisi.

tak mudah mencapainya. tapi bukan pula tak mungkin mencapainya.

i unik dan jeniusnya pemikiranku ini hihi
i diriku ini hihi idih
kamu ci tuhan main main terus dengan diriku yang
ai apolah sayo ni
hanya seekor hh dalam puisi


hudan hidayat
filsuf, juru agung tuhan dalam puisi






 

 
  •  

     

















 

 


the FINAL THEORY - JURNAL SASTRA TUHAN HUDAN