KEMBALI MENGGUGAT DOMINASI SASTRA KORAN - HUT APSAS KE - 4 DI PDS HB JASSIN, TIM, JAKARTA

11/08/2009 13:51
Kembali Menggugat Dominasi Sastra Koran
Rabu, 4 Februari 2009 | 02:45 WIB

Bila boikot terhadap media cetak yang dikatakan oleh Saut Situmorang adalah dalam konteks politik sastra yang memasung karya sastra, dengan mengedepankan kelompok-kelompoknya sendiri, hal itu harus didukung.

Demikian dikatakan oleh Hudan Hidayat, cerpenis yang menjadi pembicara dalam diskusi “Sastra Internet dan Masa Depan Sastra” yang menampilkan penyair Saut Situmorang, Nurudin Asyhadie dan tokoh blogger Indonesia, Enda Nasution.

Mereka tampil dalam diskusi yang diselenggarakan dalam peringatan ulang tahun milis sastra terbesar saat ini, Apresiasi Sastra (Apsas) ke-4 di Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin, Taman Izmail Marzuki, Jakarta 31 Januari 2009. Selain diskusi, acara yang berlangsung meriah dengan hadirnya lebih dari 150 Apsasian (sebutan bagi anggota Apsas) dan para sastrawan, juga diisi dengan pembacaan puisi, musik, teater dan bedah buku.

 

Diskusi itu sendiri berlangsung meriah, penuh dengan gugatan terhadap dominasi sastrawan dan kelompok tertentu terhadap dunia sastra seperti tampak di media massa koran, terutama dari Hudan dan Saut. Enda memberi siasat bagaimana agar sastra di internet bisa memanfaatkan kekuatan yang mereka miliki dan justru tak terdapat pada media cetak, salah satunya ialah immediacy (kekinian), yang bersifat langsung, tanpa jeda dan ada link yang memungkinkan setiap hal bertaut.

Sementara uraian Nuruddin Asyhadie yang kali ini tampil dengan uraiannya yang serius untuk forum yang sudah cair oleh acara sebelumnya,  dia menerangkan signifikansi sastra di media Internet, meskipun sampai sekarang tampaknya makin mirip dengan sastra cetak.

Agus Noor yang memandu acara dengan celetukannya yang segar dan sering bikin ketawa, membuat suasana hidup dan setia pada jalur.

Masalah sastra cyber atau internet kembali mengemuka seperti perdebatan tahun 2002 lalu. Saat itu Saut dalam tulisannya yang terangkum dalam buku Cyber Graffiti Polemik Sastra Cyberpunk mengatakan “Pada mulanya adalah kejenuhan. Kejenuhan pada hegemoni kekuasaan media massa cetak Koran yang kebetulan punya halaman “sastra” pada edisi hari Minggu-nya, yang sebenarnya tidak lebih dari semacam “sisipan after thought” atas keberadaan apa yang disebut sebagai Sastra Indonesia Modern.

 

Sikap yang tak berbeda ditunjukkan oleh Saut Situmorang yang bahkan mengajak untuk melawan sastra koran dan menguatkan sastra Internet. Bahkan kata penyair berambut gimbal yang dibiarkan memanjang ini, kalau mau menguatkan sastra Internet, penulis (sastrawan) harus berani meninggalkan sastra koran, jangan menulis atau langganan harian. Dia menyatakan sastra Internet sampai sekarang masih belum diakui keberadaannya oleh sejumlah kalangan, terutama kritikus dan para redaksi sastra koran--apalagi 4-5 tahun lalu. Sebagian kritik menilai, sastra Internet ialah tong sampah. Ironik, sekarang para pengkritik itu beberapa di antaranya malah menfaatkan blog dan semacamnya, terutama situs jaringan sosial seperti milis dan Facebook.

Lain lagi dengan gugatan dari  Hudan Hidayat yang begitu pedas, dengan berulang kali mengatakna bahwa  Sapardi adalah pembunuh terbesar sastra Indonesia, termasuk di antaranya Agus R. Sardjono dan Putu Wijaya. Pernyatan ini mengundang tanggapan dari penyair, Suparwan G.Parikesit yang meminta Hudan menjelaskan pernyataannya yang kontroversial itu. Pada bagian lain, Saut dan Hudan secara terbuka mengecam Goenawan Mohamad, Nirwan Dewanto, juga Dewan Kesenian Jakarta.

Tumpengan

Peringatan ulangtahun ini tidak hanya menyedot kehadiran Apsasian tapi juga anggota milis lainnya seperti kemudian.com yang cukup banyak, warung puisi.com dan bunga matahari. Mereka juga turut mengisi acara seperti pembacaan puisi oleh Khrisna Pabicara dan R.Mega Ayu yang tampil cukup ekpresif di awal acara.

Saat ini anggota Apsas, yang berdiri pada 5 Januari 2005 memiliki anggota sebanyak 1.621 orang, yang tersebar di berbagai daerah hingga luar negeri. Perayaan ulangtahun baru diadakan saat menginjak usia kedua pada 2007 di toko buku Aksara dan 2008 di Japan Foundation. Saat ini milis yang aktif mengadakan diskusi dan pernah menerbitkan buku kumpulan cerpen karya Apsasian ini memiliki 8 moderator, jumlah paling besar untuk sebuah milis.

Para moderator yang memiliki posisi sejajar dan bekerja secara kolektif ini terdiri dari Djodi Sambodo alias Lembayung Sepi di Arizona, Amerika, Sigit Susanto (Zurich, Swiss), Mega Vristian (Hongkong), Yahya Tirta Prawira (Salatiga), Hernadi Tanzil (Bandung), Dorsey Elisabeth Silalahi (Jakarta), Didik Eko Wahyudi atau "Cak Bono" dan Lan Fang, keduanya di Surabaya.

Menurut Ketua Panitia HUT Apsas ke-4, Ilenk Rembulan dan wakilnya, Sahlul Fuad, diadakannya acara di PDS HB Jassin mempunyai makna lebih karena PDS yang berlokasi di TIM sebagai salah satu satu sentra kegiatan sastra, merupakan pusat dokumentasi sastra terbesar. HB Jassin juga kritikus sastra yang sangat dihormati oleh semua kalangan.

Sejak pagi Apasasian mulai berdatangan. Mengisi daftar hadir, menyodorkan Rp5.000,- untuk sebuah pin yang cantik kreasi Fitri sebagai tanda masuk. Begitu juga tas yang juga dijual serta buku-buku karya anggota Apsas. Nina Yuliana, Setio Bardono, Dedy Tri Riyadi, Nana, Veve, Mila, Weni dan relawan lainnya segera sibuk menerima tamu, jajanan atau sumbangan lain dari Apsasian.

Acara yang dipandu oleh MC Budhi Setyawan (penyair yang juga penggiat Sastra Reboan) dan Feby Indriani (cerpenis) bergulir dengan mulusnya. Diawali dengan perkenalan dari masing-masing pengunjung, acara segera diawali dengan tampilan para penyair seperti Widzar Al Ghifary dari Bandung, Kuntet Dilaga dan musik oleh Band Black Pear.

Di tengah acara juga diumumkan para pemenang Lomba Kritik Buku Puisi dan Lomba Penulisan Pantun Satire. Pemenang Lomba Pantun Satire 1. Mochamad Faizun, 2. St. F. Ragilf dan 3. Sigit Susanto. Lomba Kritik Buku Puisi tidak menghasilkan pemenang, namun juri memberikan apresiasi pada Wayan Sunarta yang meresensi Dongeng Anjing Api karya Sindu Putra.  Selain itu diadakan door prize berupa buku-buku sumbangan dari Apsasian serta penerbit seperti Kafi Kurnia dari Akoer dan Anton Kurnia dari Serambi.

Diskusi pertama dibuka dengan bahasan akan buku Menyusuri Lorong-Lorong Dunia II karya Sigit Susanto oleh Anwar Holid dengan moderator Sahlul Fuad. Buku ini, kata Anwar Holid yang penulis dan publisis, menunjukkan keseriusan Sigit Susanto dalam menuliskan pengamatannya di setiap lokasi yang dijejakinya. Pembaca tidak hanya disodori pengalaman perjalanan yang ditulis dengan bahasa jurnalistik yang enak tapi juga terselipkan bahasa sastra yang enak dikunyah.

Menginjak tengah hari suasana makin meriah dengan hadirnya para sastrawan seperti Sitor Situmorang, Afrizal Mana, Sitok Srengene, Wowok Hesti, Tulus Wijanarko, Rachmat Ali, Arie MP Tamba, Kurnia Effendi, Ana Mustamin, Dharmadi, Damhuri Muhammad, Irmansyah, Imam Maarif, Sihar Ramses Simatupang, A.Badri AQT, Kirana Kejora, Yurnaldi,  Joko Sumantri, Purwiyanto hingga artis yang sekarang aktivis di Komnas Anak, Wanda Hamidah.

Apsasian yang hadir tak hanya dari Jakarta, termasuk wakil Moderator Apsas, Dorsey Elisabeth Silalahi (Ochie) tapi juga dari daerah semisal Gita Pratama dari Surabaya, Adi Toha (Bandung), Diani dan Jasmine dari Pekanbaru. “Saya penggemar sastra, dan bisa hadir di acara semeriah ini sungguh menggembirakan,” kata Jasmine yang mahasiswi di salah satu PTS di Kediri.

Penampilan Whatever band dengan pentolannya, Iwan Sulistiawan yang dikenal dengan nama Bung Kelinci makin membuat meriah suasana. Beberapa pengunjung larut dan menggoyangkan badannya ketika lagu demi lagu diluncurkan. Bung Kelinci juga menampilkan teater Pintu 310 yang menampilkan cuplikan novel Lanang karya Yonathan Raharjo dan monolog dari buku puisi Otobiografi Saut Situmorang serta cerpen karya Akmal Nasery Basral. Tak kalah segarnya penampilan penyair Slamet Widodo yang khusus menulis puisi Caleg untuk dibacakan di HUT Apsas ini.

Novelis Yonathan Raharjo sendiri di acara ini menjadi moderator saat berlangsung dialog dengan Anindita Siswanto Thayf, pemenang Lomba Novel Dewan Kesenian Jakarta 2008  dengan novelnya Tanah Tabu. Yonathan menggantikan Zai Lawanglangit, penyair yang mendesain backdrop HUT Apsas dan sedang sibuk dengan pekerjaannya hingga hanya bisa hadir sebentar di awal acara. Dialog dengan Aninditia ini dibawakan dengan menarik oleh Yonathan, dengan humor-humor segarnya yang mengundang applause pengunjung.

Di tengah acara, terdapat peristiwa langka, yang menurut penyair Dharmadi merupakan sejarah, saat Saut Situmorang didaulat ke depan untuk menerima potongan nasi tumpeng dari Sitok Srengenge. Saut bersama Wowok Hesti dikenal sebagai tokoh Boemipoetra yang berpandangan dan menentang keras dominasi Komunitas Utan Kayu dengan salah satu tokohnya Sitok Srengenge.

Sitok dengan tenang diiringi tepuk tangan meriah memotong tumpeng dan sebagian lauknya, menaruh di piring dan menyerahkan kepada Saut. Keduanya lalu berangkulan, dan ditimpali oleh “Saat ini Saut bernama Saut Srengenge”, celetuk Agus Noor diikuti oleh Apsasian yang lain.

Peringatan ulangtahun ke-4 kali ini juga diisi dengan ziarah ke makam Chairil Anwar dan Pramoedya Ananta Toer di Pemakaman Karet Bielvak keesokan harinya (01/02). Mereka adalah mata kanan dan mata kiri sastra Indonesia, kata Saut Situmorang usai menaburkan bunga di makam kedua sastrawan tersebut. (yo)

 

 


the FINAL THEORY - JURNAL SASTRA TUHAN HUDAN